Hari itu di desa pekraman kesiman-denpasar tampak berbeda. Sepanjang satu kilometer jalan utama ini ditutup untuk memberikan kenyamanan pemedek tangkil di Pura Petilan Pengerebongan. Kesibukan krama desa telah tampak dari hari sebelumnya. Hari ini pemedek di Pura ini tumpah ruah. Maklum saja, hari ini merupakan hari yang sangat sakral bagi penduduk desa tersebut. Tepatnya menurut penanggalan kalender bali yakni redite pon wuku Medangsia atau delapan hari setelah hari raya Kuningan sebuah tradisi sakral akan segera dilaksanakan.
Hari pun beranjak pemedek yang datangpun semakin banyak. Bahkan wantilan desa pun tampak sesak oleh keramaian pemedek.
Para Manca, Sanak, Pengrob di Pura pura sekitar Kesiman hingga ke bukit/ mulai berdatangan. Ratu Betara Barong, Rangda yang disungsung di Pura pura diusung ke Pura Petilan. Keramaian pun semakin tampak, tabuh beleganjur pun memberikan suasana yang berbeda. Nah....setelah Betara Betari dan Penyungsungan Barong telah dirasakan lengkap, maka dimulailah upacara pengerebongan ini. Titik Sentral untuk upacara ngerebong adalah tepat berada di wantilan atau di depan Pemedal Agung. Para pemedekpun menata diri, memberikan ruang jalan kepada para pengayah ngerebong untuk mengitari wantilan Pura ini. Beberapa menit berselang, Pusat Krama pun mengarah ke satu titik yakni di Pemedal Agung. Di Pemedal Agung para pengiring pun telah siap siaga. Berbagai pengider ider, tombak, umbul-umbul pun mulai diusung menuruni tangga Pemdal Agung. Suara baleganjur pun mulai riuh. Alam pikiran langsung tertuju kepada kesakralan tradisi ini.
ngerebong
Satu demi satu para pepatih yang telah dirasuki aura magis pun mulai melewati Pemedal Agung tersebut. Nah...selanjutnya Ratu Berata yang berwujud Rangda dan Barong melewati Pemedal Agung. Aura magis yang telah terasa sejak tadi semakin bertambah kuat. Kekuatan yang tanpa batas ini merasuki tubuh mereka. Perlahan-lahan para rangda dan Patih mengarak diri mengitari wantilan sebanyak tiga kali yang merupakan suatu urutan yang telah ditetapkan secara tradisi.
ngerebong
Di Pura Petilan Kesiman ini kerauhan bisa terjadi pada siapa saja yang terlibat dalam ritual itu. Selama tiga kali mengitari wantilan para pepatih ataupun krama bisa saja dirasuki sehingga Keris tiba tiba saja dihunus dan dihujamkan ke salah satu titik tubuh mereka.Ujung Keris menancap. Namun tak setetes darahpun keluar dari tubuh tubuh ini.
ngerebong
Nah..setelah mengitari wantilan selama tiga kali maka arak-arakan Barong dan Rangda ini kemudian kembali ke Utamaning Mandala. Acara selanjutnya adalah Ngider Buana. Para Betara-betari, Para Manca, Sanak Pengrob sedang menyandang seuntai kain hitam putih atau disebut dengan kain poleng, bergerak mengarak diri selama tiga kali. Para Pedasaran laki–laki membawa alat alat perang kuno sedangkan pajeng, tombak, bandrangan berada di depan menjadi ujung arak-arakan betara betari. Setelah mengelilingi wantilan selama tiga kali mala ida betara betari akan menuju ke dalam pura. Ngerebong akan diakhiri dengan tabuh agung atau kincang kincung.
ngerebong
Bali memang unik., masing masing daerah mempunyai ciri khas tersendirI. Hal yang sama juga terjadi di desa ini. Tradisi turun temurun ini diwariskan oleh para pendahulunya yang hingga kini masih di pegang teguh krama desa pekraman kesiman.
Minggu, 18 April 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
kok serem yah kak adegannya, tapi yang hebatnya gak terluka sedikitpun,.
BalasHapuskuat banget kak, tapi ttp dijaga adat didaerahnya kak