Minggu, 04 Agustus 2013

ungguhan

Mungguhan adalah satu kegiatan berkumpul bagi anggota keluarga, sahabat dan bahkan juga teman-teman kita saling bermaaf-maafan sambil menikmati sajian makanan khas untuk kemudian mempersiapkan diri masing-masingdalam menghadapi bulan Ramadhan yang akan datang. Tradisi ini adalah kebiasaan yang dilakukan oleh orang sunda dalam menyambut datangnya bulan Ramadhan. Biasanya tradisi ini dilakukan oleh hampir semua golongan masyarakat walaupun dengan cara yang berbeda-beda. Tetapi intinya tetap satu, yaitu berkumpul bersama sambil menikmati sajian makanan yang disuguhkan. Inilah tradisi yang biasa dilakukan ditengah masyarakat sunda pada umumnya yang secara turun temurun terus dipertahankan oleh setiap generasi berikutnya.
rmd-munggahan.jpg

2. Dugderan

Tradisi "Dugderan" ini berasal dari kota Semarang, Jawa Tengah. Nama "Dugderan" sendiri berasal dari kata "Dug" dan "Der". Kata Dug diambil dari suara dari bedug masjid yang ditabuh berkali-kali sebagai tanda datangnya awal bulan Ramadan. Sedangkan kata "Der" sendiri berasal dari suara dentuman meriam yang disulutkan bersamaan dengan tabuhan bedug. Ayo-ayo kita main bedug sama meriam!


3. Dandangan


Kalau dandangan ini, ini adalah tradisi penyambutan Ramadan ala kota Kudus. Biasanya, sebelum masuk bulan Ramadan, di beberapa daerah muncul banyak pasar malem. Wah, asik nih sebelum puasa bisa belanja-belanja dulu.

4. Meugang

Meugang adalah tradisi asal Serambi Mekkah, Aceh. Nah, meugang ini adalah tradisi menyembelih hewan ternak sebelum datangnya bulan Ramadan.
Biasanya, penyembelihan dilakukan dua hari sebelum datangnya bulan suci Ramadan. Sahabat-sahabat gue yang baik hatinya jangan lupa motong kerbau ya.. Nanti gue minta dagingnya hehe..!
ikk-ocu.jpg?w=217&h=164
5. Nyorog
Di Betawi, tradisi “Nyorog” atau membagi-bagikan bingkisan makanan kepada anggota keluarga yang lebih tua, seperti Bapak/Ibu, Mertua, Paman, Kakek/Nenek, menjadi sebuah kebiasan yang sejak lama dilakukan sebelum datangnya bulan Ramadhan.
Meski istilah “Nyorog”nya sudah mulai menghilang, namun kebiasan mengirim bingkisan sampai sekarang masih ada di dalam masyarakat Betawi. Bingkisan tersebut biasanya berisi bahan makanan mentah, ada juga yang berisidaging kerbau, ikan bandeng, kopi, susu, gula, sirup, dan lainnya. Tradisi “Nyorog” di masyarakat Betawi memiliki makna sebagai tanda saling mengingatkan, bahwa bulan suci Ramadhan akan segera datang, selain itu tradisi “Nyorog” juga sebagai pengikat tali silahturahmi sesama sanak keluarga.
tradisi-nyorog.png
6. Padusan
Lain daerah pasti lain pula tradisinya, masyarakat di Klaten, Boyolali, Salatiga dan Yogyakarta biasa melakukan upacara berendam atau mandi di sumur-sumur atau sumber mata air ditempat-tempat kramat. Tradisi ini disebut “Padusa” yang bermakna agar jiwa dan raga seseorang yang akan melakukan ibadah puasa bersih secara lahir dan batin.
Selain itu juga bermakna sebagai pembersihan diri atas segala kesalahan dan perbuatan dosa yang telah dilakukan sebelumnya
190712_KLATEN_PADUSAN-COKRO_BUR3-320x206
7. Jalur pacu
Di Kabupaten Kuantan Singingi, Riau, masyarakatnya memiliki tradisi yang mirip dengan lomba dayung. Tradisi “Jalur Pacu” inidigelar di sungai-sungai di Riau dengan menggunakan perahu tradisional, seluruh masyarakat akan tumpah ruah jadi satu menyambut acara tersebut.
Tradisi yang hanya digelar setahun sekali ini akan ditutup dengan “Balimau Kasai” atau bersuci menjelang matahari terbenam hinggamalam.
pacu-jalur01.jpg
8. Balimau
Tradisi Balimau hampir sama dengan tradisi padusa, yakni membersihkan diri dengan cara berendam atau mandi bersama-sama di sungai atau tempat pemandian. Tradisi Balimau dilakukan oleh masyarakat Padang, Sumatera Barat. Biasanya tradisi ini dilakukan dari mulai matahari terbit hingga terbenam beberapa hari sebelum bulan Ramadhan. Mirip dengan “Padusa”, makna dari tradisi Balimau ini berarti melakukan pembersihan diri secara lahir dan batin, agar seseorang siap menjalankan ibadah puasa.
150712175521_balimau.jpg
9. Malamang
Masih di Sumatra Barat, ada sebuah tradisi lain yang dilakukan untuk menyambut bulan Ramadhan. Di sini, masyarakat berkumpul dan bergotong royong membuat nasi lemang pada ruas-ruas bambu yang telah dipotong-potong. Tradisi ini biasanya dilakukan dua hari menjelang Ramadhan. Dan hasil lemang yang dimasaktadi akan dijadikan hantaran kerumah mertua sebagai permohonan maaf.
malamang.jpg
10. Belangiran
Kalow yang ini tradisi dari masyarakat lampung, dimana Sepuluh pasangan pemuda- pemudi akan membawa seperangkat ritual yang berisi kembang tujuh rupa, air suci yang diambil dari mata air di kaki Gunung Betung dan merang atau tangkai padi yang telah mengering. Setelah itu, mereka membasuh muka dengan campuran abu merang dan kemudian saling siram- menyiram di sungai. Belangiran merupakan prosesi menyucikan diri menjelangmasuk bulan suci Ramadan. Dalamupacara ini juga tersirat filosofi saling berbagi, agar Tuhan terus memberi limpahan rahmat saat menjalani ibadah puasa.
a-belangiran.jpg
11. Megengan
Di Surabaya, menjelang Ramadhan ada tradisi yang disebut ‘Megengan’. Konon, tradisi ini dimulai dari kawasan Ampel, di sekitar Masjid Ampel, Surabaya. ‘Megengan’ ditandai dengan makan apem, semacamserabi tebal berdiameter sekitar15 senti, dibuat dari tepung beras. Apemnya nyaris tawar, seperti kue mangkok yang dipakai warga keturunan Tionghoa untuk sembahyanganmenjelang Imlek. Diduga nama apem atau apam berasal dari kataafwandalam bahasa Arab yang berarti maaf. Tradisi makan apem ini untuk memaknai permintaan maaf kepada sesama saudara, kerabat, dan teman. Sebetulnya, yang terjadi bukanlah sekadar tradisi makanapem, melainkan melaksanakan selamatan atau tahlilan dengan hidangan apemdan pisang raja untuk mendoakan arwah saudara dankerabat yang telah meninggal, sekaligus minta maaf. Setelah tahlilan, apem dan pisang dibagikan kepada semua keluarga dan tetangga.
13419720711826922919.jpg
12. Nyadran
Biasanya dilakukan oleh masyarakat jawa tengah setiap hari ke-10 pada bulan Rajab. Acara diawali dengan doa bersama (tahlil) yang dipimpin sesepuh dusun setempat. Dalam doa itu mereka bersama-sama memanjatkan doa untuk kakek,nenek, bapak, ibu, serta saudara-saudara mereka yang sudah meninggal.
Seusai berdoa, semua warga lantas menggelar genduren (kenduri) atau makan bersama di sepanjang jalan yang telah digelari tikar dan daun pisang. Tiap-tiap keluarga membawa makanan sendiri. Uniknya, makanan yang dibawa harus berupa makanan tradisional, seperti ayam ingkung, sambar goreng ati, mangut, urap sayuran dengan lauk rempah, perkedel, tempe tahu bacem, dan lain sebagainya.
‘Nyadran’ atau ‘Sadranan’ berasal dari kata Sodrunyang artinya gila atau tidak waras. Pada masa sebelum datangnya walisongo, masyarakat di PulauJawa banyak yang masih menyembah pohon, batu, bahkan binatang, dan itu dianggap tidak waras.
Ketika itu mereka menyembah sambil membawa sesaji berupamakanan dan membaca mantra-mantra. Kemudian datang para walisongo yang meluruskan bahwa ajaran mereka salah, yang wajib disembah hanya Allah SWT. Mantra-mantra yang dibaca lantas diganti dengan doa-doa menurut ajaran Islam. Sedangkan sesaji diganti berupa makanan yang bisa dimakan oleh warga.
180711_BOYOLALI_TRADISI-NYADRAN-TENONGAN
13. Perlon Unggahan
Ini tradisi di kampung tercinta gue, biasanya menjelang bulan Ramadhan, masyarakat di Banyumas akan mengadakan syukuran besar-besaran yang disebut ‘Perlon Unggahan’. Aneka macam masakan tradisional disajikan, di antaranya daging serundeng sapi dan sayuran berkuah yang wajib dihidangkan. Kedua menu tersebut uniknya harus disajikan oleh para pria dewasa,dan jumlahnya harus 12 orang. Atau jumlah orang bisa disesuaikan dengan kambing atau sapi yang dikorbankan.
ramadhan+3+-+perlon+unggahan.jpg
Kalo di daerah agan ada tradisi yang belum ane sebutin di atas tolong tambahin di kolom comment box ye, nanti akan gue share, jadi kudu komunikasi 2 arah dunk..!! hehe.. biggrin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar