A. Selayang Pandang
Jika berkesempatan mengunjungi Kota Ternate, pulau seluas 5.681,30 km2 yang kini menjadi Ibu Kota Provinsi Maluku Utara, ada baiknya Anda menyaksikan Upacara Adat Kololi Kie. Menurut bahasa setempat, Kololi Kie memiliki arti “keliling gunung”. Jadi, upacara adat ini merupakan ritual mengelilingi sebuah gunung di Pulau Ternate, yaitu Gunung Gamalama. Gunung Gamalama merupakan gunung aktif dengan ketinggian 1.715 meter di atas permukaan laut (dpl) yang menjadi ikon pulau penghasil cengkeh ini.
Menurut situs bkpmd.malutprov.go.id, Upacara Adat Kololi Kie biasanya diadakan apabila terdapat gejala alam yang menandai bakal meletusnya Gunung Gamalama, yang dapat mengganggu ketenangan masyarakat Ternate. Namun pada perkembangannya, selain untuk menghormati keberadaan Gunung Gamalama, upacara adat ini juga menjadi ritual pihak kesultanan dalam menghormati leluhur-leluhur mereka.
Ancaman yang ditimbulkan oleh sebuah gunung terkadang dapat melahirkan satu tradisi yang khas. Menurut Andaya (dalam Reid, 1993: 28-29), di beberapa kawasan di Asia Tenggara, termasuk di daerah Maluku Utara, gunung dianggap sebagai representasi penguasa alam. Oleh sebab itu, keberadaan gunung selalu dihormati dengan cara melakukan ritual tertentu. Sebuah gunung dianggap mewakili sosok yang mengagumkan sekaligus mengancam, sehingga diperlukan upacara penghormatan supaya keberadaannya menjamin ketentraman, keamanan, dan keberadaan masyarakat di sekitarnya. Dalam perspektif ini, Upacara Kololi Kie merupakan upaya untuk menjauhkan masyarakat Ternate dari berbagai ancaman bencana.
B. Keistimewaan
Upacara Adat Kololi Kie dimulai dari jembatan kesultanan (semacam pelabuhan) yang dikenal dengan nama Jembatan Dodoku Ali. Sebelum rombongan sultan dan para pembesar kerajaan menaiki perahu masing-masing, Imam Masjid Sultan Ternate yang bergelar Jou Kalem akan membacakan doa keselamatan di jembatan ini. Usai berdoa, sultan diikuti para pembesar kerajaan serta para pemimpin soa (kampung) menaiki perahu masing-masing. Perahu sultan dan para pembesar kerajaan memiliki ukuran yang lebih besar dengan bentuk menyerupai naga dan dihiasi kertas serta bendera kebesaraan kesultanan. Sementara perahu-perahu yang lebih kecil (kora-kora) dinaiki oleh para kepala soa dan masyarakat umum.
Pelayaran perahu dimulai dengan mengelililingi perahu sultan sebanyak tiga kali. Setelah itu, dipimpin oleh perahu naga yang ditumpangi sultan, iring-iringan tersebut mulai mengelilingi Pulau Ternate melalui arah utara. Untuk meramaikan suasana, tiap perahu dilengkapi dengan berbagai alat musik, seperti tifa, gong, dan fiol (alat musik gesek). Dalam perjalanan mengililingi Gunung Gamalama, rombongan perahu akan berhenti di tiga tempat untuk melakukan tabur bunga dan memanjatkan doa. Ritual ini merupakan bentuk penghormatan terhadap para leluhur kesultanan.
Iring-iringan perahu mengelilingi Gunung Gamalama
Selain berhenti di tiga tempat, sultan juga akan dijamu dalam upacara Joko Kaha, yaitu upacara penyambutan yang dilakukan oleh masyarakat adat di tepi Pantai Ake Rica. Setelah perahu-perahu merapat di tepi pantai, sultan dan permaisuri akan turun untuk mencuci kaki, lalu disambut secara adat oleh para tetua desa dan disuguhi berbagai hidangan lezat, seperti nasi kuning, ayam bakar, serta ikan bakar. Upacara penyambutan rombongan ini diiringi oleh alunan berbagai alat musik pukul dan gesek tradisional. Suguhan ini menggambarkan pengakuan masyarakat Ternate terhadap kebesaran sultan dan kerajaannya.
Setelah menikmati hidangan yang ada, sultan dan permaisuri beserta rombongan lainnya melanjutkan pelayaran mengelilingi Gunung Gamalama. Selama perjalanan, peserta Kololi Kie akan memperoleh sambutan meriah dari masyarakat yang menyaksikan iring-ringan perahu dari tepi pantai. Tak hanya itu, pemandangan indah laut Ternate yang tenang, pulau-pulau kecil di sekitar Ternate, serta keanggunan Gunung Gamalama tak akan mudah dilupakan oleh mereka yang mengikuti pelayaran sakral ini. Perjalanan selama kurang lebih empat jam ini kemudian berakhir dan kembali ke Jembatan Dodoku Ali.
Masyarakat menunggu kedatangan rombongan perahu di Jembatan Dodoku Ali
Kololi Kie dilaksanakan dalam rangkaian acara Festival Legu Gam Moloku Kie Raha, yaitu pada bulan April menjelang ulang tahun Sultan Ternate (Sultan Mudaffar Sjah). Dalam festival ini, selain dapat mengikuti pelayaran Kololi Kie, wisatawan juga dapat menyaksikan berbagai pertunjukan kesenian, karnaval budaya, pameran kerajinan, serta berbagai perlombaan tradisional khas Maluku Utara.
C. Lokasi
Pelaksanaan Upacara Kololi Kie dimulai dari Jembatan Dodoku Ali, di depan Kedaton Sultan Ternate, Kota Ternate, Maluku Utara, Indonesia. Dari jembatan tersebut, upacara mengililingi Gunung Gamalama dimulai hingga kembali lagi ke tempat semula.
D. Akses
Untuk menuju Kota Ternate, wisatawan dapat menempuh perjalanan udara baik dari Ambon, Manado, Makassar, maupun dari Sorong menuju Bandara Sultan Babullah Ternate. Selain jalur udara, wisatawan juga dapat memanfaatkan pelayaran kapal-kapal Pelni dari berbagai pelabuhan di Nusantara yang merapat di Pelabuhan A. Yani Ternate. Selain pelabuhan A. Yani, ada dua pelabuhan lain di Kota Ternate yang melayani pendaratan kapal Ferry, yaitu Pelabuhan Fery serta Pelabuhan Bastiong. Dari bandara maupun pelabuhan laut, wisatawan dapat memanfaatkan angkutan kota atau taksi untuk sampai ke Jembatan Dodoku Ali atau halaman Kedaton Sultan Ternate, lokasi permulaan Upacara Adat Kololi Kie.
E. Harga Tiket
Wisatawan yang ingin mengikuti pelayaran Kololi Kie tidak dipungut biaya. Namun, untuk kepentingan pengaturan jumlah peserta dan kemudahaan koordinasi oleh panitia penyelenggara, ada baiknya sebelum pelaksanaan upacara wisatawan terlebih dahulu menghubungi panitia.
F. Akomodasi dan Fasilitas Lainnya
Kota Ternate memiliki berbagai obyek wisata alam, sejarah dan budaya yang beraneka ragam. Khusus untuk obyek wisata sejarah, Pulau Ternate dikenal sebagai salah satu pulau yang memiliki banyak benteng peninggalan kolonial. Oleh sebab itu, jika Anda memiliki waktu yang cukup untuk menjelajah pesona-pesona wisata tersebut, Anda tak perlu khawatir apabila membutuhkan akomodasi dan fasilitas penunjang, sebab di kota ini telah tersedia berbagai tipe penginapan, rumah makan (restoran), serta fasilitas perbankan.
Senin, 21 Desember 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar