Sulasmi sendiri sebenarnya dikaruniai 40 cucu dari tujuh orang anaknya. Seluruhnya tinggal di Kota Semarang. Namun, dalam prosesi angon putu yang digelar Minggu (11/5) pagi lalu, Sulasmi hanya memilih “syarat minimal” yaitu 25 cucu untuk digiring ke pasar dan blusukan ke kampung-kampung.
Pagi itu, Sulasmi mengenakan kebayak warna coklat dan atasan hitam, serta caping. Berbekal cemeti kecil, Sulasmipun membimbing 25 cucunya.
Start dari depan rumahnya di Karang Rejo Raya, Kelurahan Banyumanik RT 02/ RW 03, Sulasmi kemudian mengiring cucu-cucunya ke jalan lebar (sekitar 100 meter). Di sana telah menunggu bus mini. Mereka lalu menaiki kendaraan tersebut menuju Pasar Babadan, Ungaran.
“Menumpang bus dilakukan untuk penyederhanaan prosesi, karena nggak mungkin anak-anak kecil diajak berjalan sampai Ungaran,” Suradi, 54, anak keempat Sulasmi.
Maklum, di antara 25 cucu Sulasmi, ada yang masih berusia 7 bulan dan sejumlah anak balita lainnya. Bahkan, mereka mengikuti prosesi angon cucu tetap berada di gendongan ibu dan bapaknya.
Setiba di pasar, ke 25 cucu Sulasmi yang diseragamkan dengan mengenakan kaos putih bertuliskan Angon Putu keluarga Ibu Sulasmi yang juga terdapat gambar Sulasmi itu dilepaskan. Mereka diminta mengambil jajanan ataupun barang kesukaannya sepuasnya.
“Pokoknya disuruh mengambil jajanan sepuasnya yang nantinya akan dibayar Bu Sulasmi,” imbuh Suradi.
Setelah sekitar beberapa menit berada di dalam pasar, semua cucu Sulasmi kembali. Dan aneka ragam jajanan dan mainan berada dalam pelukan sang cucu.
“Setelah diitung, Bu Sulasmi membayar sekitar Rp 2 juta kepada bakul jajanan dan mainan di Pasar Babadan,” tutur Suradi.
Setelah diarak ke pasar, sebenarnya ke 25 cucu Sulasmi itu diarak ke sebuah sungai. Tapi karena pertimbangan kondisi kesehatan dan lainnya, acara tersebut diganti dengan ritual siraman (guyuran) air.
Para peserta angon putu dimandikan dengan air sungai. Setelah itu, para cucu Sulasmi disuruh meminum dawet.
“Ritual ini bermakna atau bertujuan agar para cucu selalu merasa segar, hidupnya atau hatinya adem dan ayem, serta tentram,” jelasnya.
Setelah itu dilanjutkan dengan penyebaran kacang oleh Sulasmi ke lantai rumahnya. Dan para cucunya memunguti kacang tersebut sebanyak-banyaknya. Prosesi ini bertujuan agar kelak cucu-cucu Sulasmi dimudahkan dalam mencari nafkah.
“Menggunakan kacang sebagai simbol karena kacang merupakan wulu wektu bumi atau penghasilan bumi,” jelas Suradi yang merupakan suami dari Satiyem anak mantu Sulasmi.
Di akhir prosesi, Sulasmi membagikan amplop yang masing-masing berisi uang Rp 200 ribu kepada anak cucunya. Sulasmi juga membagikan amplop berisi uang Rp 100 ribu kepada sejumlah tetangga dekatnya.
Kemudian acara angon putu ditutup dengan hiburan campursari.
Peristiwa angon putu ini memang terbilang langka. Karena tidak banyak orang yang dapat memenuhi persyaratan dan melaksanakannya. Selain karena kerap keburu diambil Yang Maha Kuasanya, syarat utamanya harus memiliki minimal 25 cucu. Sering juga faktor biaya mengurungkan niat calon pelakunya. Sekadar diketahui, seluruh rangkaian tradisi angon putu ini, keluarga Sulasmi mengeluarkan dana Rp 35 juta.
“Prosesi ini sudah menjadi tekad dan harapan Bu Sulasmi yang dalam istilah Jawanya adalah Golong Gumilik Manah, supaya cucu-cucunya menjadi orang yang sukses dan diberi kesehatan serta umur panjang,” papar Suradi.
Dan sehari sebelum angon putu yaitu Sabtu (10/5) malam digelar pengajian untuk mendoakan agar Sulasmi diberi kesehatan dan dapat menjalankan angon cucu dengan lancar. Setelah itu dilanjutkan dengan ritual menyembelih seekor sapi. Dan paginya baru kegiatan angon putu dilakukan dan diawali dengan sungkem oleh anak dan cucunya kepada Sulasmi disertai pemberian doa.
“Angon Putu ini sudah kali keduanya kami laksanakan. Dulu bapak saya (almarhum Lasmo) juga Angon Cucu seperti ini,” terangnya.
Jumat, 09 Oktober 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar