Selasa, 13 Oktober 2009

Tradisi Ngejot Teruna-Teruni

Tradisi Ngejot Teruna-Teruni; Budaya Unik Tenganan Dauh Tukad
Cowok Bawa Wewangian, Cewek Berikan Jajan

Bali memang kaya dengan budaya dan adat tradisi. Di Karangasem saja, puluhan bahkan ratusan tradisi unik terpelihara hingga sekarang. Di Tenganan Dauh Tukad, misalnya. Desa ini punya kesamaan tradisi dengan Desa Tenganan Pegringsingan.

DARI namanya saja hampir sama. Tradisinya pun agak mirip. Tenganan punya tradisi mekare-kare atau yang lebih dikenal dengan megeret pandan alias perang pandan. Desa Pekraman Tenganan Dauh Tukad memiliki deteruna (teruna-teruni) ngejot (saling memberikan sesuatu).

Biasanya, upacara ini dilangsungkan terkait aci usaba sambeh yang dipusatkan di Pura Bale Agung, desa setempat. Sebelum upacara utama dilakukan, deteruna sebelumnya melakukan prosesi di subak masing-masing.

Prosesinya sama-sama digelar saat upacara Ngusaba Sambah yang dilakukan setiap sasih kelima. Upacara ini sendiri dilakukan di Pura Bale Agung desa setempat. Sebagai stana Desa Brahma, Bale Agung memang sangat disucikan oleh warga setempat maupun umat Hindu di Bali. Upacara akbar tersebut dilangsungkan selama 15 hari penuh.

Pelaksanaannya pun diisi dengan berbagai kegiatan adat unik dan sakral. Mulai dari nedunang Ida Betara, nulak damar, penampahan, metekrok, dee nyambah, mekare-kare (perang pandan), ngepik, perejangan serta akan diakhiri dengan nyineb. Berbagai tradisi unik akan ditampilkan selama prosesi berlangsung.

Yang tidak kalah unik rangkaian upacara ngepik. Upacara ini diprioritaskan untuk sekaa teruna alias teruna-teruni. Salah satu yang unik adalah sekaa teruna ngejot. Upacara ini diakui memiliki berbagai nilai positif. Di antaranya menanamkan nilai-nilai pendidikan seperti gotong-royong dan menyama braya.

Hal ini perlu dilakukan agar umat manusia senantiasa hidup damai. Karena pada prinsipnya ajaran ini terkandung ajakan untuk hidup harmonis antara tetangga dalam kehidupan sehari-hari. Kenapa dengan tetangga? Karena lingkungan terkecil adalah dengan mereka. Dengan bisa menghargai tetangga, bergotong-royong dengan mereka, niscaya kedamaian akan datang.

Selain itu, tradisi ngejot adalah untuk membagi rezeki kepada orang lain. Maka yang terkandung adalah ajakan untuk berbagi sesama manusia. Rezeki yang diperolah harus disyukuri dan dirasakan secara bersama-sama.

Saat upacara mereka berpakian khas adat Tenganan Dauh Tukad. Teruna-teruni mengikuti proses upacara dengan khusyuk. Suara gemuruh diselingi teriakan riang gembira dari para teruna dan dee saat upacara ngejot. Saat acara ini juga disampaikan pesan-pesan dari perwakilan masing-masing dee-teruna.

Menurut Kelian Deteruna I Nengah Budi, prosesi ini diawali dengan sekaa teruna membawa seperangkat jotan berisi bunga harum dan minyak wangi. Maka yang terkandung dari jotan ini adalah menghargai dan menghormati wanita. Karena wewangian dan bunga adalah simbol kesukaan kaum hawa tersebut.

Dengan mempersembahkan bunga dan wewangian kepada si wanita maka kaum wanita merasa tersanjung dan dihormati. Sementara kaum wanitanya membawa jotan berbagi jenis jajan Bali. Pemberian tersebut dilakukan di Bale Agung. Dan pihak teruna membalasnya kembali dengan memberikan berbagai olahan berupa nasi dan sate serta beraneka olahan Bali kepada deteruni. Sebagai simbol kebersamaan tradisi deteruna ngejot ini diakhiri dengan megibung (makan lasehan bersama) di halaman Pura Bale Agung desa setempat.

Saat itu kembali terjadi interaksi sosial dan pergaulan antara teruna dan teruni serta memperkuat persatuan dan kebersamaan di desa tersebut.

Untuk diketahui, Desa Tenganan Dauh Tukad menjadi bagian dari Desa Dinas Tenganan Pegringsingan. Menganut dua aliran kepercayaan. Yakni aliran Indra alias Dewa Perang. Aliran ini sebenarnya dianut desa tetangga mereka yakni Tenganan Pegringsingan yang merupakan Desa Bali Aga. Sehingga sebagian tradisi di desa tersebut mirip dengan apa yang terjadi di Tenganan Pegringsingan.

Selain itu Desa Tenganan Dauh Tukad juga menganut aliran Siwa. Sama yang dianut oleh sebagian besar Umat Hindu di Bali. Pertemuan kedua aliran ini lah menimbulkan berbagai keunikan sehingga memperkaya tradisi dan budaya di desa tersebut. Salah satu yang tidak kalah uniknya adalah makare-kare alias perang pandan. Tradisi ini sama dengan apa yang dilakukan di Desa Tenganan Pegringsingan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar