SUMBA Timur mungkin tidak asing labih bagi publik. Menyebut nama kabupaten di ujung timur Pulau Sumba, bayangan kita adalah kuda sandelwood dan budaya marapu. Tahukah Anda, selain kuda, budaya marapu, eksotisme alamnya, di daerah ini juga menyimpan keindahan lain yang selama ini lepas dari perhatian publik, yakni Kuburan dan Istana Kerajaan Karera.
Selama ini, bicara Sumba Timur dan kampung adatnya yang terbayang oleh kita Kampung Adat Praiawang Rende dan Prailiu. Kampung Wunga mungkin masuk dalam bayangan juga. Tetapi itu bagi orang yang pernah sampai ke kampung adat tersebut.
Wajar saja kampung adat ini begitu terkenal karena aksesnya mudah dan tidak begitu jauh dari Kota Waingapu, Ibu kota Kabupaten Sumba Timur. Namun jika Anda seorang petualang, dan ingin mengetahui Sumba Timur secara utuh, maka tidak lengkap jika tidak sampai ke daerah paling selatan Sumba Timur ini, Nggongi, Kecamatan Karera.
Secara umum daerah ini cukup subur. Selain sawah tadah hujan, daerah ini juga menjadi salah satu sentra produksi tanaman perkebunan di Sumba Timur. Itu sebabnya sebagian besar penduduknya bermatapencaharian bertani dan beternak.
Bagian selatan dari kecamatan ini langsung berhadapan dengan lautan lepas Samudera Pasifik. Kalau masih sulit untuk membayangkan daerah ini ada di mana? Mungkin yang paling gampang ingat Pulau Mengudu, sebuah pulau di Selatan Pulau Sumba yang pernah menjadi pusat perhatian secara nasional dengan isu kepemilikan oleh seorang pengusaha asal Australia, Mr. David. Nah, Nggongi ini berhadapan langsung dengan Pulau Mengudu.
Jarak dari Kota Waingapu, Ibu kota Kabupaten Sumba Timur ke daerah ini sekitar 60 km. Bisa ditempuh dengan kendaraan roda empat atau roda dua. Untuk sampai ke daerah ini membutuhkan waktu sekitar empat jam. Kalau dilihat dari jarak sebenarnya, waktu tempuh empat jam terlalu lama. Namun karena kondisi jalan yang rusak, dan berjurang diperlukan tingkat kehati-hatian yang cukup tinggi ketika melintas di jalan menuju ke daerah ini. Untuk sampai ke daerah ini bisa melalui dua jalur. Pertama melalui jalur Kawangu, Tanarara, Kananggar. Kedua melalui Melolo, Rindi. Dari kedua jalur tersebut, paling cepat melalui Kawangu -Tana Rara. Melalui jalur ini, selain cepat, kita juga disuguhkan dengan keindahan deretan bukit dan lembah .
Itu sekilas tentang Nggongi, Kecamatan Karera. Dari daerahnya yang subur, kita perlu menjelajahi kehidupan sosial masyarakatnya. Mungkin ini yang menarik karena meskipun bentuk pemerintahannya bukan lagi kerajaan, tetapi tingkat kepatuhan masyarakat terhadap rajanya masih cukup tinggi. Menurut sejarah, di daerah ini dahulu berdiri sebuah kerajaan bernama Kerajaan Karera dengan raja pertama, Umbu Parawang. Sisa-sisa kerajaan itu masih ada hingga saat ini.
Saat ini kerajaan Karera dipegang oleh Raja Umbu Hunga Meha (84). Umbu Hunga Meha merupakan turunan atau raja ketiga dari kerajaan Karera setelah Raja Umbu Parawang dan Umbu Bala Nggiku dan merupakan satu-satunya raja di Kabupaten Sumba Timur yang masih hidup.
Tidak sembarang orang bisa masuk ke istana kerjaan ini. Hanya orang penting dan strata sederajat yang bisa bertemu raja dan masuk istana. Apalagi tempat-tempat tertentu yang merupakan ruang privasi raja dan keluarga kerajaan. Meski demikian, Raja Umbu Hunga Meha cukup terbuka untuk orang dari luar. Tentu saja yang berkunjung ke tempat tersebut tidak sebebas di tempat lain.
Ketika masuk ke sini, kita harus menghormati adat dan berbagai aturan yang ada di istana kerajaan. Saat bertemu Raja Umbu Hunga Meha meski tidak sempat berdialog, karisma kebengsawannanya masih terlihat jelas. Di usianya yang sudah cukup tua, raja Umbu Hunga masih terlihat segar. Raja sendiri memiliki delapan istri. Satu diantaranya sudah meninggal dunia. Satunya lagi tidak tinggal serumah dengan raja. Jadi saat ini yang masih serumah bersama sang raja ada enam orang, masing-masing Rambu Nai Ata, Rambu Munggul, Rambu Nai Rija, Rambu Raing, Rambu Ata Roti, dan Rambu Niwa. Jumlah tersebut belum termasuk selir. Sayang, pada saat berkunjung ke lokasi kuburan raja Karera, para isteri raja tidak berada di sana.
Informasi tentang sang raja lebih banyak diperoleh dari putranya, Umbu Yadar dan ajudan sang raja bernama Tehu. Pertemuan dengan Raja Karera terjadi di sela-sela kunjungan Bupati Sumba Timur, Ir. Umbu Mehang Kunda ke daerah itu dalam rangka Peringatan Hari Krida Pertanian ke-36 yang tahun ini dipusatkan di Nggongi, Kecamatan Karera. Rombongan hanya berkunjung ke kuburan raja. Itupun karena ada acara pelepasan bibit ikan ke kolam ikan sang raja yang terletak tepat di depan pintu masuk ke lokasi perkuburan raja.
Selain kolam ikan, di lokasi pekuburan itu ada sebuah rumah semi permanen. Rumah ini ditempati oleh para penjaga kuburan. Lingkungan di sekitar kuburan cukup asri. Dari ibukota kecamatan ke lokasi kuburan raja ini hanya dibutuhkan waktu sekitar 10 menit.
Kuburan raja Karera ini terletak di sebuah bukit yang berhadapan langsung ke Samudera Pasifik. Setiap orang yang masuk ke sini tentunya harus seizin penjaga kuburan. Untuk sampai ke bangunan utama kuburan raja, harus menapaki 60 anak tangga.
Sampai di pintu utama, tamu akan menemukan sepasang mamuli (perhiasan khas perempuan bangsawan Sumba) dalam ukuran besar terbuat dari kuningan di atas pintu gerbang. Sekitar lima meter ada bangunan utama kuburan berukuran 5 x 6 meter. Bangunan tersebut terbuat dari seng berbentuk joglo (rumah adat Sumba) berlantai keramik. Pada atap bangunan bagian tengah atau bagian tertinggi dipasang dua tanduk kerbau yang melambangkan kebesaran.
Di dalam rumah di salah satu ruangan, ada tangga menuju lantai bawah tanah. Lantai bawah tanah ini dibagi dalam lima ruangan/ kamar. Semuanya belum berpenghuni. Lantai ruangan bawah tanah ini juga menggunakan keramik. Lima ruangan ini yang nantinya akan menjadi tempat disemayamkan jenazah atau kuburan raja dan istri-istrinya.
Selain di bangunan utama, ada juga sebuah lubang kuburan dalam ukuran 3 x 2 meter. Kuburan ini juga belum berpenghuni. Letaknya tepat disamping kiri bangunan utama.
Di ujung kiri dan kanan bangunan kubur terdapat dua tiang batu yang disebut penji. Pada tiang batu itu tertera ukiran manusia dan berbagai jenis binatang mulai binatang laut seperti kura-kura, binatang darat seperti kerbau, kuda, ayam, ular dan buaya, serta burung. Sementara atap kuburan terbuat dari batu.
Tehu, ajudan raja menjelaskan, gambar-gambar yang tertera pada penji tersebut merupakan gambaran kehidupan manusia dan lingkungannya. Ia mengaku, arca-arca seperti itu hanya dipasang pada kuburan para raja. Kuburan itu, kata Tehu, juga dipersiapkan untuk sang raja. “Kuburan yang ada semua dipersiapkan untuk raja. Lubang mana yang akan ditempati jenazah raja, nanti tergantung kesepakatan keluarga,” kata Tehu.
Tehu mengungkapkan, kuburan ini hanya dipersiapkan untuk istri raja yang sampai akhir hidupnya tetap mengbadi kepada raja. Bagi istri yang menikah lagi setelah raja meninggal tidak bisa menempati kubur yang disiapkan di lokasi perkuburan raja tersebut.
Selain kuburan, Raja Karera juga sudah mempersiapkan tempat tidur untuk jenazahnya ketika ia meninggal nanti. Tempat Tidur ukuran 1,200 meter x 2,0 meter ini terbuat dari kuningan. Tempat tidur tersebut sudah dilengkapi dengan kasur, bantal dan seprei. Tempat tidur ini sudah berada di rumah penjagaan di lokasi kuburan. Menurut Tehu, tempat ini nanti yang akan dimasukan bersama jenazah raja ke dalam liang lahat. Jenazah raja Umbu Meha diperkirakan tidak akan masuk ke dalam peti karena sampai saat ini sang raja masih menganut kepercayaan Marapu.
Umbu Yadar, putera angkat dari Raja Karera mengatakan, lokasi perkuburan Raja Karera suatu saat bisa saja dijadikan obyek wisata dan terbuka untuk umum jika ada kerja sama dengan pemerintah daerah. “Kita lihat dulu kerja samanya seperti apa. Ini juga perlu dibicarakan lebih jauh,” katanya.*
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar