Jumat, 09 Oktober 2009

Uniknya Ritual Bersih Desa yang Menjadi Tradisi di Nganjuk

Tradisi bersih desa di sejumlah wilayah Nganjuk banyak tercuplik kisah unik. Di Desa Jati, Kecamatan Loceret, tumpeng raksasa diserbu warga sebelum acara selesai. Tapi yang terjadi di Desa/Kecamatan Berbek lebih ‘gila’ lagi. Tumpengnya sudah ludes meski acara belum dimulai.
Makam Raden Mukti Aryo Wijoyo alias Winontoko di Desa Berbek saat itu terlihat ramai. Semakin siang massa yang datang ke tempat yang juga disebut Punden Sentono itu semakin banyak.
Tak hanya anak-anak, mereka yang dewasa bahkan lansia pun tak ketinggalan. Hampir semua yang datang ke punden membawa makanan. Sajian itu kemudian diletakkan di pelataran makam Mbah Winontoko yang cukup rindang karena terlindung pohon asem yang tumbuh menjulang. “Ayo Bu bawa sini makanannya,” ujar salah satu warga seraya membantu seorang perempuan yang hendak menaruh tumpeng.
Menurut Sudarto, Kasun Berbek, bersih desa itu memang menjadi acara tahunan. Digelar setiap bulan Muharram atau Suro. Untuk harinya, warga Berbek memilih Jumat Legi. “Dari leluhur, harinya memang ditentukan Jumat legi,” terang Sudarto.
Seperti di tempat lain, acara bersih desa tersebut digelar dengan maksud memohon keselamatan. Agar masyarakat dan Desa Berbek diberi ketentraman dan dijauhkan dari segala marabahaya.
Mendekati pukul 09.30, pelataran Punden Sentono semakin dipenuhi sajian tumpeng yang dibawa warga. Saking banyaknya, massa yang hendak merayakan bersih desa harus rela berdiri. Sudarto mengakui, acara bersih desa selalu menarik perhatian masyarakat luas. Ini karena ada momentum dalam acara itu yang ditunggu-tunggu. “Yang ditunggu itu rebutan tumpeng barokah,” ungkap Sudarto.
Massa memang terlihat sudah tak sabar menantinya. Beberapa kali mereka meminta agar acara segera dimulai. Namun mereka harus bersabar karena masih menunggu imam yang ditunjuk untuk memimpin acara. Setelah ditunggu hingga setengah jam, imam terlihat datang. Pria yang disebut-sebut sebagai imam itu adalah Nahrowi. Usianya sudah lebih setengah abad.
Karena sudah menapaki usia senja, Nahrowi harus dituntun menuju tempat digelarnya acara tumpengan bersih desa. Namun ketika Nahrowi datang, massa bukannya tenang mengikuti acara yang akan dihelat.
Mereka justru gaduh dan saling dorong. Tak peduli pria maupun wanita. Tampaknya mereka sudah tak sabar ingin berebut tumpeng yang dianggap bisa membawa berkah itu.
Melihat kegaduhan itu, Nahrowi mempercepat langkahnya agar segera sampai pelataran yang dipenuhi tumpeng. Tapi tiba-tiba… Brukkkk. Massa tak bisa dikendalikan lagi. Mereka langsung berebut tumpeng. Bahkan para warga berebut sambil berlarian di atas makanan tersebut. Melihat suasana ribet itu, Nahrowi tak bisa berbuat apa-apa.
Dia cepat-sepat menengadahkan tangannya ke atas untuk memanjatkan doa. Namun warga sepertinya tak menghiraukan apa yang dilakukan oleh ‘kyai’nya tersebut. Tak sampai lima menit, tumpeng sudah ludes. Yang tersisa hanyalah nasi yang tumpah akibat terinjak-injak warga.
“Sebenarnya kita itu ingin acara ini tertib, tapi sudah budayanya masyarakat sini seperti itu,” ungkap Nahrowi. Namun demikian dia bersyukur karena dalam rebutan kemarin tidak ada warganya yang terluka.(ndr)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar