Selasa, 13 Oktober 2009

Mengikuti Tradisi Menyembelih Hewan Kurban di Desa Karduluk Pragaan

Mengikuti Tradisi Menyembelih Hewan Kurban di Desa Karduluk Pragaan


Laki-Perempuan Turun ke Lapangan, Sama-Sama Teriakkan Takbir

Warga Desa Karduluk, Kecamatan Pragaan memiliki tradisi yang unik saat hewan kurban disembelih. Anak-anak, orang tua, laki dan perempuan sama-sama menyaksikan penyembelihan hewan kurban. Sesaat sebelum hewan itu disembelih, warga sama-sama bertakbir. Mengapa?

ABRARI, Sumenep

Seusai salat subuh, takbir berkumandang di berbagai musala dan masjid. Saat matahari muncul, kaum laki-laki bersiap-siap pergi ke masjid maupun musala. Umumnya, para lelaki maupun perempuan mengenakan pakaian serba baru.

Ketika salat Idul Adha usai, warga bersiap-siap pergi ke lapangan yang dijadikan tempat penyembelihan. Di baris depan, seorang “tukang jagal” menenteng pisau besar (warga kampung menyebutnya pisau penghabisan).

Di belakang tukang jagal, beberapa orang lelaki menenteng pisau lebih kecil yang biasa digunakan untuk mencincang daging. Sedangkan di barisan belakang kaum perempuan dan anak-anak berjalan mengiringi tetua kampung.

Sebelum upacara penyebelihan dilakukan, ketua kampung berpidato. Dia memberikan kultum (kuliah tujuh menit) serta menjelaskan tentang hukum menyembelih hewan kurban bagi yang mampu.

Misalnya, bagi warga yang mampu dapat berkurban sapi untuk “persembahan” tujuh orang. Sedangkan warga yang kurang mampu (membeli sapi) dapat berkurban seeokor kambing yang hanya cukup untuk “persembahan” satu orang.

Pidato ketua kampung selanjutnya berkait pengumuman tentang hewan kurban yang hendak disembelih. Ketua mengabarkan nama orang yang berkurban. Pada saat hewan kurban hendak disembelih, ketua kampung meminta persaksian kepada warga yang hadir.

Selanjutnya, ketua mengajak orang yang bersaksi untuk bersama-sama membaca takbir. Pembacaan takbir berakhir bersamaan dengan berakhirnya sembelihan yang menandai hewan kurban sudah benar-benar tak bernyawa lagi.

Tokoh masyarakat Desa Karduluk KH Rasyidi Amir mengakui warga tua muda dan laki perempuan sudah menjadi tradisi hadir di lokasi penyembelihan.

Mereka, katanya, memberikan dukungan moral. Tetapi yang lebih penting, warga hadir untuk menyaksikan bahwa amanat dari yang memberikan kurban telah dilaksanakan.

Selanjutnya, daging kurban dibagi-bagikan kepada orang lain di luar nama-nama yang berkurban. Biasanya, satu ekor sapi dibagi menjadi 100 tumpuk (tidak ditimbang).

Dia sendiri tidak tahu sejak kapan tradisi datang beramai-ramai ke lokasi penyembelihan itu muncul. Sejak dirinya masih anak-anak, Rasyidi mengaku tradisi tersebut sudah ada.

Dia yakin, datangnya warga sekitar masjid/musala ke lokasi penyembelihan sebagai dukungan moral. Selain itu, kebersamaan warga menyemarakkan situasi lebaran Idul Adha. “Beginilah tradisi di kampung sini (Blajud Karduluk,” katanya sambil memperlihatkan warga yang hadir di lokasi penyembelihan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar